FORUM IDEKITA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAKARTA

Rabu, 25 November 2009

WAJAH GURU DI HARI GURU


Oleh: Dian Ayu Novalia
(Psikologi Pendidikan FIP UNJ 2005)

“…Guruku tersayang, guruku tercinta, tanpamu apa jadinya aku, tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal, guruku, terima kasihku….”Terima Kasih Guru oleh AFI Junior

Lirik lagu di atas merupakan salah satu apresiasi besar terhadap eksistensi guru dari anak didiknya. Siswa juga merasakan urgensi guru bagi hidup mereka (Tanpamu, apa jadinya aku...). Siswa dengan wajah polosnya akan mengikuti ucapan guru. Bahkan tingkah laku guru pun mereka contoh. Tanpa guru, orang tua di rumah pun tidak dapat menjamin anaknya disiplin menekuni sebuah ilmu. Sebegitu pentingnya posisi guru, menjadikan guru lebih berhati-hati berucap dan bertindak baik di sekolah maupun di luar jam mengajar.

Mendidik adalah amanah kemanusiaan bukan sekadar pekerjaan mencari uang. Belum sarapan, rumah tidak sempat dibersihkan, kosmetik dipoles seadanya, hal itu tidak menjadi prioritas mereka. Anak didik yang haus akan ilmu pengetahuan menunggunya di kelas. Ketika berhadapan dengan mereka, guru harus fokus mengajar. Pikiran lainnya disimpan terlebih dahulu.

Hari Guru Sedunia jatuh pada 5 Oktober. Sedangkan di Indonesia, Hari Guru diperingati setiap 25 November. Ini merupakan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Peringatan ini dimulai sejak 1994 dengan sebutan Hari Guru Nasional.

Euforia Hari Guru
Hari ini, ucapan selamat hari guru terdengar bukan hanya secara lisan, tetapi juga tulisan. Seharusnya pada hari jadinya ini, wajah para guru senang dan ceria. Realnya, wajah senang hanya topeng bagi kekurangan yang melingkupi hidupnya. Ketika mendidik siswa, kirutan wajah duka harus dihapuskan dengan senyum. Ikhlas mengajar menjadi landasan utama bagi guru. Selain peningkatan kompetensi dan pengetahuan. Ritme pengetahuan juga diperlukan oleh guru zaman sekarang. Anak didik dapat mengakses pengetahuan lewat dunia virtual secara luas. Pengetahuan guru pun harus diperluas pula. Membaca buku ditingkatkan, termasuk kegiatan menulis.

25 November telah disepakati menjadi Hari Guru Nasional. Berbagai pihak ikut memperingatinya. Berbagai seminar dan kegiatan dilaksanakan. Namun hiruk pikuk perayaannya hanya menjadi euforia belaka. Kapan kesejahteraan meningkat? Bagaimana pemerintah meningkatkan kompetensi guru? Seperti apa perekrutan guru profesional yang tepat? Bagaimana masa depan guru? Evaluasi apa yang telah dilaksanakan bagi kebijakan pendidikan yang telah digulirkan?

Hari Guru kiranya tidak menjamin kesejahteraan guru. Hari Guru juga tidak merubah peningkatan kompetensi guru. Hari Guru tidak akan mengubah kebijakan yang merugikan berbagai pihak. Sebut saja siswa yang bunuh diri karena tidak lulus UN. Lalu, apa yang akan dihasilkan dari peringatan Hari Guru?

Benang Kusut Profesi Guru
Sementara itu, pelik permasalahan masih dirasakan oleh sebagian besar guru di Indonesia. Walaupun telah ada sertifikasi yang bila mendapatkannya, guru akan menerima gaji tiga kali lipat tiap tiga bulan sekali. Namun, masih saja belum terlaksana dengan maksimal. Sertifikasi pun belum menjamin guru mengajar secara profesional. Terkait hal ini, Prof Dr Baedhowi Msi (Dirjen PMPTK) memaparkan hasil survei terhadap responden penelitian yaitu 3.670 responden di lima kota di antaranya Jakarta dan Solo, dimana 64,36% atau 2.362 guru terlihat masih stagnan alias tidak meningkat kompetensinya (Solo-Espos). Hasil penelitian tersebut berdasarkan uji kompetensi guru dari segi kepribadian, sosial dan pedagogik (akademik kependidikan). Uji sertifikasi ini pun masih perlu banyak pembenahan, seperti diskriminasi kuota guru negeri dan swasta serta penambahan 90 jam untuk guru yang tidak lulus sertifikasi.

Pengakuan menjadi guru profesional pun bisa didapatkan melalui sertifikat hasil Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun, PPG belum tertata dengan rapi dan tepat. Masih perlu pembenahan. Belum tampak jelas perbedaannya dengan Akta IV, pendidikan akademik guru, juga uji sertifikasi. Karena pelaksanaan pendidikan untuk PPG masih identik.

Keruwetan memenuhi wajah guru di Indonesia. Profesionalisme mendidik harus diterapkan. Mengesampingkan benang kusut permasalahan pribadi harus dilakukan. Namun, keadilan belum menyapa jua. Guru pun memiliki double job untuk mengatasi pelik permasalahannya. Khususnya bagi guru honorer. Akhirnya, menjadi tukang ojek, pencuci piring, honor di tiga sekolah, serta pekerjaan halal lainnya pun ditekuni. Karena apalah nilai gaji 200 hingga 400 ribu untuk memenuhi kehidupan keluarga.

Konklusi
Lalu, akankah kondisi guru masih dirundung kebimbangan. Masa depan guru juga ada pada Muh. Nuh selaku menteri pendidikan saat ini. Dengan jumlah guru yaitu kurang lebih 2,7 juta jiwa, bagaimana kondisinya setelah Hari Guru usai.
Guru sebagai pencerdas generasi muda memiliki posisi penting bagi kelangsungan dan eksistensi negara. Posisi guru harusnya menjadi posisi yang strategis, namun kenyataannya juga malah tragis.

1 komentar:

  1. Guru...belum diberikan kesejahteraan yang benar-benar sesuai dengan pengorbanannya...tapi...semangat ya guru-guru Indonesia....tanpamu tak kan ada presiden, menteri, gubernur, dll

    BalasHapus