FORUM IDEKITA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAKARTA

Kamis, 19 November 2009

ANUGERAH 7 KEBIASAAN BAGI CALON PEMIMPIN BANGSA



RESENSI BUKU
Judul : The Leader in Me
Penulis : Stephen R. Covey
Halaman : 294
Ukuran : 15 x 23 cm
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit : Juni 2009

Peresensi:
Dian Ayu Novalia (Psikologi Pendidikan 2005)

Bila kita hanya berupaya mencapai nilai tes tinggi, saya khawatir kita akan menciptakan generasi anak-anak yang tidak dapat melakukan apa-apa selain mengerjakan tes dengan baik.
Muriel Summmers, Kepala Sekolah (A.B Combs Elementary)


Kini, tiap negara harus memutar otak untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman yang serba cepat. Mereka berkompetisi mengunggulkan keunikan serta cipta kreasi untuk menunjukkan kehebatan. Jelas, ini tantangan. Pada dasarnya, tugas pemerintahlah untuk mengupayakan kinerja secara maksimal. Sistem harus dibuat agar warga negara tidak kaget teknologi dan informasi serta mampu berkompetisi. Bukan hanya siap peluru. Namun, membuat dan menembakkannya. Perlu cara untuk mempersiapkan individu-individu unggul.
Sekolah (pendidikan) adalah jawaban atas semua kekhawatiran yang menyelimuti wajah bangsa. Namun, pengajaran oleh guru membuat orang tua was-was dengan nasib anak-anaknya. Orang tua masa kini tahu bahwa anak tidak hanya butuh nilai baik, tapi pembekalan keterampilan hidup, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah hidup serta bagaimana berinteraksi ketika bekerja.

Jawaban atas kegelisahan guru
Meluncurnya pertanyaan-pertanyaan yang lahir dari kegelisahan pendidik dan orang tua itu dijelaskan dalam buku The Leader in Me karya Stephen R. Covey yang terkenal sebagai salah satu orang yang berpengaruh di Amerika. Buku ini mengisahkan perubahan yang dilakukan oleh beberapa sekolah yang ada di dunia setelah membaca dan mengikuti presentasi 7 kebiasaan (7 habits) yang dibawakan Stephen R. Covey. Salah satu orang yang terkena virus 7 habits yaitu kepala sekolah magnet A.B Combs, Muriel Summmers. Bersama-sama dengan guru dan orang tua serta pemimpin bisnis, mereka berdiskusi dan sepakat bahwa anak perlu berbagai macam bekal untuk masa depan, bukan hanya nilai tinggi. Anak perlu memiliki keterampilan analitis, melek teknologi, kreatif, kerja sama tim, dapat memecahkan masalah, memimpin diri serta bekerja dengan beragam latar belakang manusia.
Kegiatan diskusi tersebut dilakukan Muriel karena ingin mencari inspirasi untuk merubah tema sekolah magnet yang akan ditutup satu minggu ke depan apabila tidak ada perubahan. Dari pemaparan itu, ia pun teringat presentasi yang dibawakan oleh Stephen R. Covey mengenai 7 kebiasaan di Washington DC. Ketujuh kebiasaan itu adalah 1) Jadilah Proaktif (bertanggung jawab, inisiatif, tidak menyalahkan, melakukan yang terbaik), 2) Mulai dengan tujuan akhir (penetapan target akhir, visi dan misi), 3) Dahulukan yang utama (menetapkan prioritas, membuat dan merealisasikan jadwal), 4) Berpikir menang-menang (mencari alternatif bila terjadi perselisihan), 5) Berusaha memahami dahulu, kemudian berusaha dipahami (mendengarkan terlebih dahulu, kemudian bersuara), 6) Wujudkan sinergi (kerjasama tim), 7) Mengasah gergaji (beraktivitas secara teratur dan positif).
Akhirnya Muriel pun mengambil tema kepemimpinan pada sekolah magnetnya. Perlu beberapa hari untuk mensosialisasikan kepada guru karena mereka yang akan mengajar. Menyamakan persepsi adalah langkah utama. Konsistensi para guru untuk mempelajari 7 habits menjadi modalnya.
Awalnya, guru-guru mengalami kesulitan untuk menerapkan dalam mengajar. Ada beberapa guru yang mengundurkan diri karena menganggap angka ujian akhir lebih penting. Namun, Muriel dan guru yang setuju tetap melanjutkan. Sukses pasti akan dihasilkan, itulah kepercayaan diri mereka.Seiring dengan berjalannya waktu, siswa-siswa mengalami kemajuan dalam meningkatkan kemampuan diri dan nilai ujian. Guru-guru yang meragukan tema kepemimpinan ini pun akhirnya kembali ke A.B Combs untuk mempelajari 7 habits dan mengajarkannya.
Beberapa tokoh mengungkapkan kepemimpinan adalah cara mengatur orang lain. Seperti pendapat Kreiner, bahwa kepemimpinan yaitu proses mempengaruhi orang lain. Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Namun, kepemimpinan yang dimaksud disini adalah kemampuan memimpin diri sendiri dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Prinsip kepemimpinan ini berfokus membantu siswa bertanggung jawab atas kehidupan mereka, bekerja dengan orang lain, dan melakukan hal yang benar meskipun tidak diperhatikan.
Adapun pendekatan belajar yang digunakan yaitu ubiquitous (pendekatan yang disesuaikan dengan segala sesuatu yang ada di sekolah). Contoh penerapannya yaitu pada pelajaran Membaca. Guru meminta kelas V membedah puisi ”I Dream a World”. Setelah membahas kosakata, struktur, dan arti, guru membagi peran pemimpin kepada tiap tim seperti juru tulis, pencatat waktu, juru bicara serta menuliskan makna utama puisi yang dikaitkan dengan 7 habits dan dikerjakan dalam tim di karton. Prinsip kepemimpinan ini selalu dijalankan di tiap aktivitas. Bila ada pengunjung, beberapa siswa ditunjuk untuk menjadi pemandu. Kemudian siswa diajarkan berpidato di depan publik. Bahkan siswa dipercaya mewancarai calon guru yang akan mengajar di sekolah mereka. Siswa dan guru memiliki hak suara yang sama.
Di lain pihak, 7 habits ini juga dibawa ke rumah. Salah satu orang tua tercengang mendengarkan percakapan anak mereka. Anak sulung mengatakan kepada adiknya bahwa mereka harus bersinergi untuk bermain bersama, jadi tidak usah berkelahi (7 habits ke-6).

Panutan yang ditunggu tiap sekolah
Robert house menyampaikan bahwa kepemimpinan yang efektif menggunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas tinggi untuk meningkatkan karismatiknya. Dengan kharismanya, pemimpin menantang bawahan melahirkan karya istimewa.
Inilah yang dilakukan Muriel yang dengan gaya kepemimpinan demokratiknya mengajak seluruh komponen ikut serta mengeluarkan pendapat serta merencanakan dan melaksanakan bersama. Kepercayaan diri kepala sekolah pun diikuti oleh guru-guru. Siswa tidak hanya pintar berbicara, bersosialisasi, juga prestasi akademik yang meningkat.
Beberapa sekolah lain pun mengikuti kurikulum yang dipakai A.B Combs. Sekolah itu diantaranya English Estates Florida, Chestnut Grove, Adams County Illinois, sekolah di Kanada, Singapura, dan Jepang..
Buku ini mengajak para pendidik di seluruh dunia untuk benar-benar memanusiakan peserta didik. Guru harus percaya bahwa siswa memiliki kemampuan bila mendapatkan wadah yang tepat. Selain untuk guru, buku ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah saat ini agar belajar bagaimana mengorganisir dan mengembangkan potensi siswa sesuai dengan tujuan mendidik siswa yakni siswa memiliki karakter, watak, dan kepribadian yang baik. Bukan hanya nilai yang baik. Sebab bangsa ini butuh asupan nilai-nilai kebijaksanaan dan moral lebih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar