FORUM IDEKITA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAKARTA

Selasa, 05 Januari 2010

LAPORAN WORKSHOP PENULISAN KREATIF (WPK) “Stimulasi Menulis Menjadi Pribadi Kreatif” Minggu, 3 Januari 2010


Laporan oleh Dian Ayu Novalia
(Ketua Umum Forum Idekita 2009-2010)

Romantisme liburan tahun baru memang masih menyerang aktivitas kita. Namun, tidak pada 103 orang yang memiliki motivasi dan keingintahuan yang tinggi untuk menulis, baik dari kalangan guru sejabodetabek, mahasiswa (UNJ, UHAMKA, UNINDRA, UNPAK), serta siswa (walaupun hanya satu orang). Motifnya berbagai ragam, baik ingin bisa menulis fiksi ataupun menulis ilmiah ataupun mengisi waktu luang. Mereka pun hadir dalam acara “Workshop Penulisan Kreatif”. Diadakan pada Minggu, 3 Januari 2010 dengan tema “Stimulasi Menulis Menuju Pribadi Kreatif.”

Hari Minggu biasanya orang berlibur, “hari keluarga”, ataupun hari beristirahat. No Working, No Thinking, No Action, But SLEEPING. Kuno memang kalau manusia zaman sekarang masih memikirkan berleha-leha sementara tantangan hidup besar. 103 orang ini memang benar-benar orang yang ingin belajar, termasuk panitia yang berjumlah 14 orang. Semangat yang tinggi kita tumbuhkan bersama.

Menurut laporan Ketua Pelaksana WPK (Annisatul Fitriah), tujuan dari acara ini yaitu merangsang kita semua agar memiliki motivasi menulis, baik menulis ilmiah dan fiksi. Bapak Dimyati selaku wakil dari Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ pun dalam sambutannya memberikan kita pencerahan awal dalam menulis. Dari bahasan IQRO (Baca), kemudian mengulas sedikit Alm. Gusdur yang memiliki semangat tinggi pula dalam menulis, sampai konsistensi untuk menulis yang harus ditumbuhkan dari dalam diri. Dalam sambutannya pula, beliau juga memberikan applause kepada panitia karena juga memiliki semangat yang tinggi untuk menyelenggarakan acara ini walaupun tidak mendapatkan bantuan dana dari Dekanat.

Untuk itu dihadirkan pembicara-pembicara yang berkompeten di bidang penulisan. Sesi pertama adalah Membangun Budaya Menulis dan Meneliti oleh Prof. Madya Dr. Ir. H. Nur Tjahjadi, M.Sc (UPSI Malaysia). Dimoderatori oleh Lara Fridani, S. Psi, M, Psych (dosen PAUD UNJ). Dua orang yang berkompeten dan telah menulis banyak buku ini membawakan materi dengan lebih akrab. Lebih banyak berdiskusi dan tanya jawab dengan peserta. Saya yakin peserta masih belum puas berkonsultasi dengan Prof. Nur Tjahjadi mengenai tulis menulis. Mungkin juga tentang jual beli rumah murah (he...). Pengalaman menulis Prof. Nur dapat dikatakan membawa berkah dalam kehidupan yang lebih baik. Diterima menjadi mahasiswa IPB dengan beasiswa karena melampirkan sertifikat juara 3 lomba menulis cerpen (sungguh unik). Untuk itu, beliau pun senang menyebarkan virus menulis ini dengan siapa saja, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Kompasiana.com adalah wadah beliau mengasah kreativitas menulis dan berbagi pemikiran. Lihat saja tulisannya yang sudah mencapai ratusan. Prof Nur menyemangati peserta untuk segera meluruskan tujuan menulis, apalagi Indonesia adalah lahan yang subur dan bebas untuk mengkritik. Kreativitas tidak dibelenggu oleh pemerintah. Jadi tidak ada kompromi untuk tidak menulis khususnya bagi orang Indonesia. Mulailah menulis dengan sederhana seperti pengalaman beliau, setelah mendapatkan materi Cabai, ia pun akan menulis tentang Cabai. Menulis yang dekat dengan kehidupan kita. Itulah awalan untuk bisa mulai menulis.

Saya melihat Prof. Nur adalah sosok Profesor yang merakyat. Baru kali ini saya dapat berbincang-bincang sangat akrab dengan ”Profesor”. Banyak sekali pengetahuan baru yang saya dapat dari beliau. Khususnya juga tentang Universitas yang berlatar belakang pendidikan. Di Malaysia, seseorang yang ingin menjadi guru harus belajar di UPSI terlebih dahulu. Universitas Pendidikan pun hanya satu yaitu Universiti Pendidikan Sultan Idris. Di Indonesia ada ratusan Universitas yang berlatar pendidikan, termasuk UNJ. Kesejahteraan guru di Malaysia pun sangat diperhatikan oleh pemerintah dengan gaji 4 – 5 juta. Profesi Guru adalah profesi yang mendapatkan prioritas dari pemerintah. Berbeda dengan Indonesia, apalagi untuk guru honorer. Salah satu peserta WPK berinisial SK pun bercerita kepada saya sungguh miris gajinya sebagai guru mengajar bahasa Inggris dari kelas I sampai VI. Sebulan hanya Rp 165.000,-. Padahal ia sudah mengajar 23 tahun lamanya (berpindah-pindah sekolah). Saking sayangnya dengan murid-muridnya, ia pun tidak terbuka dengan suaminya tentang gaji yang diperoleh. Ia pun menambahkan “angka 0” dibelakang gajinya. Kalau tidak seperti itu, mungkin suaminya akan meminta ia mundur sebagai guru. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Berbagi ilmu pengetahuan kepada murid adalah yang ia kejar dan ia sangat menyenanginya. Sungguh sosok guru yang memiliki jiwa mulia. Terus berjuang Ibu SK.

Kembali lagi kepada Prof Nur. Asal muasal kami dapat mengundang beliau adalah rekomendasi dari Partnership Forum Idekita, Muh. Ivan dan Nining Parlina. Kami pun tertarik dengan tulisan Prof Nur yang berjudul Penelitian Tidak Terarah, Bangsa Amburadul. Sehingga tidak lebih dari 20 hari kami mempersiapkan semua keperluan WPK. Rapat, konsultasi, dan penyegeraan membagi pamflet ke sekolah-sekolah dan Universitas. Ketika berkonsultasi dengan Pembantu Rektor IV UNJ, Pak Soeprijanto memberikan wejangan kepada kami untuk benar-benar memperhatikan segala keperluan Prof. Nur. Intinya jangan sampai dikecewakan, baik hotel, penjemputan, dan sebagainya. Termasuk jumlah peserta dan sopan santun. Kami pun berusaha dengan sebaik mungkin mempersiapkan semuanya. Namun, Prof Nur benar-benar sosok yang rendah hati dan pengertian. Tidak terlalu birokratis bahkan tidak marah ketika kami jemput pagi sekali dan sesi beliau baru dimulai 1 jam kemudian. Bu Lara pun memediasi jalannya materi dengan pembawaan yang apik. Pekikan semangat menulis pun dilontarkan bersama-sama dengan peserta ketika akhir acara sambil berdiri.

Dalam sesinya, Prof Nur juga membandingkan penelitian di Indonesia dengan Malaysia. Di Malaysia, hasil skripsi S1 yang mendapatkan nilai A langsung diambil oleh kementerian Pendidikan dan diterapkan kembali. Di Indonesia, bahkan hasil tesis dan disertasi tidak dilirik pemerintah. Mengenai dana penelitian, di Indonesia 200 juta itu dipotong untuk berbagai pajak, kemudian sisanya peneliti sendiri yang urus (kesemuanya untuk penelitian atau sebagian untuk kepentingan pribadi). Di Malaysia, tidak ada honor peneliti (karena gaji sudah besar), dana penelitian dikeluarkan memang sejatinya untuk kegiatan penelitian.

Informasi diberikan segamblang-gamblangnya dan apa adanya oleh Prof. Nur. Tidak banyak teori dengan bahasa rumit tapi lebih kepada berbagai pengalaman dan pengetahuan. Peserta pun dapat mengikutinya dengan lebih mudah. Terima kasih Prof telah berbagi dengan kita. Kami pasti akan mencari kesempatan untuk dapat berbagi lebih dengan Prof Nur.


Tidak ada jeda untuk sesi kedua dan ketiga. Sesi kedua oleh Krisanjaya, M.Hum dengan bahasan Bahasa Kreatif dan dimoderatori oleh Hery Madkuri. Untuk urusan pemakaian bahasa, memang pak Kris ahlinya. Ia tidak memberikan teori-teori yang banyak. Tapi langsung kepada contoh-contoh pemakaian bahasa yang tepat dan kurang tepat bahkan tidak tepat. Seperti ”Beli 2 Dapat 1”, tentunya orang-orang tidak akan membelinya karena hanya dapat 1. Seharusnya, ”Beli 2 Gratis 1”, maka orang pun akan berduyun-duyun membeli. Untuk dapat memulai menulis, ia pun memberikan sedikit kiatnya, ”Harus jadi orang yang cepat bosan, Penggalian penginderaan mata, Membaca, Jangan pernah menunda, Tidak menyiapkan waktu khusus menulis (dimanapun dan kapanpun harus menulis), Berbagi (Bukan menjadi individu yang unggul, tetapi membuat komunitas unggul).” Games menggali pikiran pun dilakukan walaupun dalam waktu yang sebentar. Peserta diminta menuliskan apa saja yang berhubungan dengan ponsel dan meminta 2 perwakilan dari peserta maju untuk menyebutkan hasilnya masing-masing. Sesi ini pun sangat menarik. Namun, memang masih merasa kurang untuk sesi simulasinya.

Sudah pukul 12.00 siang, namun sesi ketiga dilangsungkan. Prof. Arief Rachman memajukan materi beliau yang seharusnya 12.30. Peserta tidak ada yang protes karena sosok Prof. Arief Racman ini memang ditunggu-tunggu banyak peserta karena menghibur sehingga materi yang dibawakannya lebih cepat diserap. Moderator sesi ini adalah saudari Duwi Nuryani. Prof. Arief Racman pun memotivasi peserta bahwa menjadi pribadi kreatif itu penting. Percaya diri dan harga diri adalah salah satu kuncinya. Untuk dapat menulis, harus dioptimalkan kemampuan mendengar, berbicara dan membaca terlebih dahulu. Seperti halnya ketentuan dalam keterampilan berbahasa. Menulis adalah aplikasnya.

Setelah istirahat makan dan shalat, sesi mentoring pun dilaksanakan oleh panitia. Peserta dibagi dalam empat kelompok. Dalam satu kelompok ada dua mentor. Tujuannya adalah simulasi menulis serta dekat dengan seluruh peserta. Peserta pun sangat antusias berbagi apalagi ketika sesi games diberikan oleh mentor-mentor, canda tawa memenuhi ruang aula perpustakaan. Keakraban pun benar-benar terjalin. Senang juga ngobrol ringan dengan peserta yang juga didominasi oleh para Ibu dan Bapak guru. Games menulis pun dilakukan. Heran juga melihat hasil tulisan peserta yang dihasilkan hanya dalam waktu 5 menit, karena banyak yang bagus. Setelah itu, dibacakan oleh masing-masing pemilik tulisan.

Acara mentoring pun ditutup karena Teh Pipiet Senja sudah hadir. Siapa yang tidak kenal dengan beliau, novelis ternama di Indonesia. Moderator dalam materi ”Creatifiction: Pentingnya Kreativitas Dalam Menulis Fiksi” ini adalah Ewa Purbowati. Bersama dengan Putrinya yang menurutnya sudah menulis 9 novel (Selamat ya Butet), Teh Pipiet bertolak dari Depok menuju Rawamangun, UNJ. Belum lama Teh Pipiet sembuh dari operasi yang menurutnya operasi yang paling besar dalam hidupnya, ia bersedia mengisi acara pada WPK. ”Ini acara pertama saya setelah operasi besar saya. 9 jam saya dioperasi,” Tuturnya. Sungguh kehormatan bagi kami karena Teh Pipiet bersedia datang. Terima kasih Teh, hati kami selaku panitia berbicara. Pada sesinya, beliau lebih memilih sharing-sharing kepada peserta. Karena tips-tips menulis bisa dibaca sendiri di FB atau Kompasiana. Pengalaman menulis Teh Pipiet luar biasa. Ketika remaja, ia berjalan ke balai desa untuk mengetik, ketika di rumah sakit pun ia menulis. Jari-jarinya terasa sakit ketika sudah bertahun-tahun mengetik, apalagi mengetik dengan mesin ketik jadul. Pasti penuh dengan tantangan. Pengalaman yang menarik pula dituturkan yaitu ia menggunting-gunting tulisan dan ditempel-tempelkan dikalimat yang salah ketik. Daripada mengetik ulang. “Namun itulah kreativitas, saya benar-benar merasakannya,” jelasnya. Melihat sosok Teh Pipiet, Penyakit Bukanlah Halangan Untuk Terus Berkarya Lewat Tulisan. Kita yang masih sehat, kenapa mengeluh, “AYO MENULIS, TIDAK ADA ALASAN.” Games menulis fiksi pun diberikan oleh Teh Pipiet. Hasilnya 4 orang peserta pemenang maju untuk membacakan dan mendapat hadiah.

Acara pun ditutup dengan sesi evaluasi yang diberikan peserta kepada panitia lewat tulisan. Segala kekurangan tentu ada dan akan kami perbaiki pada acara kami selanjutnya. Namun, secara keseluruhan, peserta sangat menikmati acara WPK. Semoga setelah acara yang hanya satu hari tersebut, peserta serta panitia lebih bersemangat untuk menelurkan karya-karyanya lewat tulisan. Apapun jenis tulisannya, teruslah menulis dan semoga bermanfaat bagi penulis serta pembacanya.

Kami, panitia Workshop Penulisan Kreatif mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang mendukung terselenggaranya acara kami.